Fisip Unpad –
Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, memulai kuliah perdana, hari Senin 28 Agustu 2023, pukul 09.00-11.30 dengan menyelenggarakan agenda kuliah umum, yang menghadirkan nara sumber dari dua negara yaitu Indonesia dan Malaysia. Agenda acara dilakukan secara hybrid dengan mengikut sertakan seluruh angkatan mahasiswa Sosiologi, undangan mahasiswa Sosiologi Universitas lain, dan juga mahasiswa Program Mahasiswa Merdeka secara luring
Acara kuliah umum yang juga diikuti oleh 6 Prodi Sosiologi se-Indonesia ini (Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, STISIP Manado, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Universitas Bengkulu dan Universitas Brawijaya dan Universitas Udayana) menampilkan dua pembicara yaitu Prof. Muhammad Reevany Bustami dari University Sains Malaysia dan Prof. Muhammad Fadhil Nurdin. Topik acara adalah Social Development Outlook: Indonesia and Malaysia 2023, dan kedua pembicara berangkat dari pendekatan ketimpangan. Profesor Reevany memulai bahwa pembangunan sosial itu harus dimulai dengan menyadari bahwa pembangunan sosial yang sedang berjalan saat ini adalah sebuah bentuk kolonisasi, sehingga pembangunan sosial ke depan harus bernafaskan dekolonisasi. Dekolonisasi yang dimaksud adalah transformasi pembangunan, sebuah revivalisme dan konservasi.
Kolonisasi ini berkaitan dengan kolonisasi etika dan globalisasi kapitalisme. Etika yang berkembang dalam globalisasi kapitalisme saat ini adalah “those who control standards of right and wrong or good and bad, control the world” (siapa yang mengontrol standar kebenaran dan kesalahan atau baik dan buruk, mengontrol dunia). Berbagai standar yang tersebar global menyebar seperti parasit, mengahancurkan diversifikasi dan keaslian kehidupan berbagai masyarakat, seperti di Malaysia dan Indonesia. Misalanya, dalam Universal Declaration of Human Rights manusia telah dstandarkan tentang konsep pernikahan, kebebasan, dan hak cipta. Untuk dunia pendidikan adalah seperti hegemoni scopus terhadap kinerja dosen. Penelitian terbaik harus bisa dipublikasi di jurnal yang terindeks scopus. Padahal yang ada dalam realitas yaitu ketimpangan besar dalam kesejahteraan dan kerusakan lingkungan terjadi dimana-mana.
Prof M. Reevany Bustami menegaskan bahwa menyadari kolonisasi adalah lintasan Pembangunan Sosial (PS) yang pertama. Selanjutnya adalah lintasan PS yang berupa usaha dekolonisasi. Lintasa PS yang kedua adalah Pencairan Acuan Kehidupan dan Pembangunan di Nusantara. Ini mengenai kritik terhadap pembangunan yang terlalu berpusat pada kehidupan perkotaan. Kita lihat sekarang perkembangan kota dalam pemekaran wilayah di daerah dapat mengakibatkan peminggiran hak-hak penduduk asli. Lalu pembangunan yang berstandarkan pendapatan membuat banyak orang tidak dapat mengakses kualitas hidup yang layak. Prof Reevany memberikan penjelasan bahwa perlu adanya kontestasi dari pelaku pendidikan dan media sosial untuk menjadi standar pembanding dari pola pembangunan saat ini.
Lintasan PS ketiga adalah kita dapat mengakses standar nilai-nilai utama dari bangsa sebagai kontestasi. Seperti di Malaysia konsep-konsep dari produk agama Islam masuk keberbagai dimensi kehidupan, baik dalam komunitas, pemikiran dan institusi. Sweperti adanya Indeks Syariah Malaysia untuk bidang kesehatan, pendidikan, dan perdagangan. Begitu juga untuk tourisme, ada halal tourism, dimana ada sebuah konsep ekslusifitas unntuk kolam renang berbasis gender, kolam renang khusus pria dan khusus wanita. Begitu juga dalaam CSR ada CSR dalam perspektif Islam. Intinya adanya rasionalisasi, yaitu MERS+Operasional (Moral-Ethical-Regiligious-Spiritual) Rationality untuk melawan logika instrumentalism. Yaitu karena kita memiliki keberagaman dan inklusifitas yang harus menjadi fokus untuk pembangunan institusional, bukan pada ekslusi sosial, jelas Prof M. Reevany Bustami.
Lintas PS keempat dan kelima adalah Reintegrasi Komunitas Nusantara dan Kebangkitan Warisan. Beberapa fakta telah memperlihatkan adanya kerjasama dalam bidang kesehatan dan pendidikan, seperti di Penang ada rumah sakit yang suster dan pasiennya banyak dari Indonesia. Banyak kerjasama lainnya seperti dengan beberapa universitas di Indonesia, ITB dan ITS, dalam MIMOS (sebuah pusat pengembangan dan penelitian terapan nasional Malaysia).
Sedangkan Profesor Fadhil dari Unpad menjelaskan bahwa fokus PS adalah menyadarkan manusia untuk pentingnya pembangunan kesejahteraan melalui peningkatan kreativitas untuk meningkatkan pembangunan kesejahteraan semua individu manusia. Misalnya, Pendidikan harus diakses untuk semua lapisan masyarakat, pengembangan teknologi untuk pembelajaran jarak jauh harus dicapai oleh semua masyarakat, dan literasi digital yang akan mengurangi kesenjagan akses informasi di masyarakat.
Kesenjangan-kesenjangan ini membuat lambat pembangunan sosial yang inklusif, ditambah dengan ketidakamanan sosial dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Kreativitasnya adalah dengan memperbanyak program peningkatan keterampilan dan peluang usaha mikro dan penguatan lembaga penegak hukum dan program pemberdayaan masyarakat.
Ketimpangan lainnya adalah konflik tanah adat-ulayat, antara komunitas adat dan konglomerat. Belum ada resolusi konflik-regulatif berazas “kesatuan bangsa” selepas Indonesia merdeka. Lalu ada enyelesaian masalah Lansia masih menggunakan pendekatan selektivesme (bergantung pada kesiapan anggaran), belum menggunakan pendekatan universalisme. Proteksi data negara-personal yang masih lemah dibanding negara asia lainnya (Qatar dan KorSel), data bisa diperjualbelikan di DARK WEB
Kreativitas ini perlu diwujudkan kerjasama Pemerintah, masyarkaat dan sektor swasta, sehingga perlu sektor pendidikan ini membuat bengkel untuk membicarakan perlindungan sosial.