Promovenda

Laporan  Kusman Rusmana, Humas FISIP Unpad

[.fisip.unpad.ac.id), 26/01/2023] Jatinangor – Kamis, 26 Januari 2023 (10.00),Program Doktor Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran kembali melaksanakan sidang Promosi Doktor, pada kesempatan ini Iti Octavia Jayabaya yang merupakan mahasiswa Doktoral Program Studi Ilmu Administrasi Konsentrasi Ilmu Administrasi Publik resmi menyandang gelar Doktor di Universitas Padjadjaran, setelah menyelesaikan sidang promosi.

Promovenda dilahirkan di Lebak pada tanggal 04 Oktober 1978 dari pasangan  Bapak H. Mulyadi Jayabaya dan Ibu Hj. Nilla Syadrie Jayabaya, sebagai anak pertama dari tujuh bersaudara. Pernikahannya dengan     Bapak M. Farid Darmawan dikaruniai 1 (satu) orang anak yaitu Siti Maritza Safura Dermawan.

Riwayat Pendidikan:

  1. SDN. Cipadang 1 (Masuk Tahun 1985- Lulus Tahun 1990)
  2. SMPN 4 Rangkasbitung, (Masuk Tahun 1991 – Lulus Tahun 1993)
  3. MA Wasilatul Falah, (Masuk Tahun 1994 – Lulus Tahun 1996)
  4. S1 Universitas Jayabaya, (Masuk Tahun 1997 – Lulus Tahun 2000)
  5. S2 Universitas Trisakti, ( Masuk Tahun 2004 – Lulus Tahun 2005)

Riwayat Jabatan/Pekerjaan:

  1. Anggota DPR-RI (2009-2014)
  2. Bupati Lebak Periode (2014-2024)

Disertasi yang diujikan menurut Iti Octavia Jayabaya, Perkembangan Administrasi Publik, adalah perkawinan seni dan Ilmu Pemerintahan dengan seni dan Ilmu Manajemen. Administrasi Publik saat ini menjadi istilah yang tidak asing seiring dengan perkembangan jaman. Istilah ini tidak asing karena telah berkembang di kalangan masyarakat. Bidang ini jauh lebih interdisipliner kemudian berkembang itu jauh lebih canggih secara analitis dan teoritis. Bidang kajiannya lebih banyak dan interdisipliner (Frederickson, 1997). Pariwisata menjadi bagian kajian dari Administrasi Publik yang terus berkembang. Pariwisata adalah salah satu dari industri gaya baru, yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup dan dalam mengaktifkan sektor produksi lain di dalam negara penerima wisatawan (Maesaroh, 2015).

Pentingnya peran pemerintah menjadi fakta yang tidak terelakkan di bidang pariwisata. Sektor ini tidak bisa bertahan hidup tanpanya. Hanya pemerintah yang memiliki kekuatan untuk memberikan stabilitas politik, keamanan serta kerangka hukum dan keuangan yang dibutuhkan sektor pariwisata (Maruf, 2018). Banyak hambatan dan rintangan yang harus dihadapi terutama jika tidak didukung oleh masyarakat sekitar tempat wisata tersebut. Pentingnya peraturan dan kesadaran dari pemerintah yang melaksanakan pembangunan di sektor pariwisata. Sektor pariwisata memerlukan suatu strategi yang dengan pola pengembangan kepariwisataan yang terencana atau tersusun agar potensi yang dimiliki bisa dikembangkan secara optimal (Primadany, 2013).

Sektor pariwisata dalam portofolio perekonomian Indonesia pada beberapa tahun belakangan terus memberikan perkembangan yang signifikan. Sumbangan devisa dari sektor pariwisata meningkat dari US$12,2 miliar pada 2015, menjadi US$13,6 miliar pada 2016, dan naik lagi menjadi US$15 miliar pada 2017. Pada 2018, sektor pariwisata ditargetkan meraup devisa US$17 miliar serta pada 2019 dibidik menyumbang devisa nomor satu, mengalahkan sektor lain dengan proyeksi nilai sebesar US$20 miliar. Maka tidaklah berlebihan apabila sektor pariwisata merupakan harapan dan tumpuan perekonomian Indonesia untuk dapat naik kelas menjadi negara maju pada tahun 2045. Kesungguhan pemerintah menggarap sektor pariwisata ini secara langsung terasa dengan geliat pariwisata sampai ke pemerintah daerah, termasuk salah satunya di Kabupaten Lebak. Secara geografis posisi Kabupaten Lebak yang relatif tidak terlalu jauh dengan pusat pemerintah Indonesia, menjadi peluang untuk dapat menangkap momentum pembangunan kepariwisataan. Kabupaten Lebak juga memiliki potensi untuk memanfaatkan momentum pemerintah pusat yang menempatkan pariwisata sebagai salah satu prioritas untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam konstelasi kewilayahan secara Nasional, Kabupaten Lebak memiliki wilayah yang strategis. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, terdapat beberapa proyek strategis nasional yang berada di kawasan Kabupaten Lebak antara lain: 1. KEK Tanjung Lesung yang secara geografis berdekatan dengan wilayah Kabupaten Lebak; 2. Konektivitas lain yang juga tidak kalah menjanjikan, bahkan juga menjadi semacam prestise bagi Kabupaten Lebak adalah keberadaan Tol Serang– Panimbang. 3. Double Track Commuter Line relasi Tanah Abang–Maja dan akhir Desember 2019 telah tersambung ke Stasiun Besar Rangkasbitung. 4. Reaktivasi jalur kereta api dari Rangkasbitung–Saketi–Labuan dan jalur Rangkasbitung–Saketi–Bayah. 5. Proyek Strategis Nasional seperti Waduk Karian, yang akan menjadi waduk terbesar ketiga di Indonesia, setelah Waduk Jatiluhur dan Waduk Jatigede. 6. Kawasan Kota Baru Publik Maja, yang merupakan 1 dari 10 Kota Baru Publik di Indonesia.

Selain potensi adanya proyek pembangunan berskala nasional, Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pariwisata Kabupaten Lebak, Kabupaten Lebak juga memiliki potensi pariwisata dengan paket lengkap. Kabupaten Lebak memiliki panjang pantai + 91,42 Km dan menjadi surga wisata bahari dengan ikutan potensi di sektor perikanan laut. Kawasan Wisata Pantai Sawarna yang merupakan salah satu dari “Banten 7 Wonder”. Potensi wisata alam lainnya yang terdapat di Kabupaten Lebak adalah Wisata Pantai, Wisata Curug, Wisata Religi dan berbagai potensi lainnya. Terdapat pula potensi yang relatif masih kurang dikenal oleh masyarakat, namun sudah dibahas di berbagai literatur internasional, yaitu Kubah Bayah (Bayah Dome).

Diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 1 tahun 2020 tentang Pedoman Penetapan Warisan Geologi dan SK Bupati Lebak Nomor 050/Kep.104- Bappeda/2020 tentang Penetapan Lokasi Kawasan Geopark Bayah Dome Kabupaten Lebak. Kubah Bayah (Bayah Dome) secara geologi sudah cukup dikenal secara Internasional, sejak Van Bemmelen, seorang ahli geologi berkebangsaan Belanda membuat buku tentang Geologi Indonesia yg diterbitkan tahun 1949, didalamnya membahas tentang pembentukan Kubah Bayah. “The Bayah Mountain Zone, extensional from Bandung zone, consist of Paleogen to Pliosen Sediment, and Quaternary Volcanic rocks” (Physiographic map of West Java simplified after van Bemmelen (1949).

Selain wisata alam, wisata budaya juga menjadi potensi di Kabupaten Lebak. Di Kabupaten Lebak terdapat Suku Ulayat Baduy yang dikenal di dunia. Terdapat juga berbagai kasepuhan yang menjadi bagian wajah unik Lebak dan mewakili lokalitas wilayah di selatan Banten ini di tengah penetrasi modernitas pada bagian wajah wilayah yang lain. Melihat pada potensi wisata yang dimiliki tersebut, Pemerintah Kabupaten Lebak menetapkan kebijakan pengembangan pariwisata. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah Tahun 2016-2031.

Salah satu mandat dari peraturan daerah tersebut adalah pengembangan citra pariwisata. Pengembangan citra pariwisata ini kemudian diterjemahkan dalam bentuk program “Lebak Unique”. Program ini merupakan strategi pengembangan pariwisata yang dipilih oleh pemerintah Kabupaten Lebak dengan menggunakan pendekatan city branding dan telah terlebih dahulu dibahas pada awal RIPPDA Tahun 2016 dan pada Tahun 2020 tentang penyelenggaraan kebijakan pengembangan pariwisata yang adaptif sesuai dengan kondisi dan situasi yang terbarukan karena sebagai perwujudan pendekatan City Branding, “Lebak Unique” juga sebagai muara dari ekosistem pariwisata di Kabupaten Lebak.

Nilai-nilai lokal yang ada di masyarakat Kabupaten Lebak mempunyai keberagaman tersendiri berupa nilai-nilai positif seperti nasionalisme, nilai religius, nilai kemanusiaan, integritas, persaudaraan, gotong royong, dan sikap ketauladanan yang saat ini lambat laun mulai banyak terkikis di dalam lingkungan budaya masyarakat (Prahara, 2018). Perwujudan kebudayaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan satu antara dengan lainnya didalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kebudayaan dan adat istiadat inilah yang menjadikan panutan atau arah untuk menjalani kehidupan sebagai makhluk sosial. Kebudayaan yang berada di wilayah Kabupaten Lebak dapat dikatakan sebagai kebudayaan yang ideal karena dapat berfungsi dalam mengatur, mengendalikan serta memberikan arah pada tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai nilai yang melekat contohnya nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cisitu Lebak, masyarakat adat Baduy Lebak yang sejak dahulu sampai dengan sekarang mempunyai nilai-nilai kearifan lokal yang masih terjaga dengan baik.

Berdasarkan hal tersebut sebelumnya, menjadi salah satu dasar pemerintah Kabupaten Lebak dalam melaksanakan ikhtiar pendekatan City Branding melalui kebijakan pengembangan pariwisata “Lebak Unique” yang menekankan pada pemulihan kondisi penilaian masyarakat luas akan Kabupaten Lebak yang menilai sebagai wilayah tertinggal menjadi suatu wilayah Kabupaten yang kaya akan nilainilai kearifan lokal yang sangat melimpah. Sehingga, pada situasi New Normal saat ini, “Lebak Unique” juga sebagai suatu program yang inovatif dan powerfull, karena mengingat keberagaman kebudayaan dan nilai kesatuan yang begitu tinggi menjadikan masyarakat tetap produktif, dibuktikan dengan meskipun pada kondisi Pandemi Covid-19, melalui “Lebak Unique” ekonomi kreatif di Kabupaten Lebak nyatanya tetap berjalan meliputi wisata kuliner, museum multatuli, festival seni multatuli dan destinasi wisata pun menyesuaikan buka tutup sesuai dengan peraturan pemerintah terkait kebijakan penanganan Covid-19.

Beberapa kota sudah menerapkan pendekatan city branding ini sebagai salah satu pendekatan pembangunan pariwisata. Beberapa kota tersebut seperti DKI Jakarta dengan city branding-nya Enjoy Jakarta.i Kemudian Kota Solo yang menerapkan city branding melalui Solo: The Spirit of Java. Maupun di Provinsi Yogyakarta dengan city branding-nya, Jogja: The Never-Ending Asia. City branding ini tidak saja menjadi tagline dalam pengembangan pariwisata, tetapi juga menjadi identitas masyarakat di wilayah tersebut. Secara jelas, city branding dibuat sesuai atau relevan dengan keadaan kota terkait untuk dikenal secara regional maupun global. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kavaratzis (2004: 66-69) yang menyatakan bahwa city branding dalam konteks pengaruhnya terhadap citra suatu kota adalah melalui tiga tahapan komunikasi yakni secara primer, sekunder dan tersier. Secara langsung maupun tidak langsung, city branding memberikan pengaruh terhadap pengambilan keputusan wisatawan yang ingin berkunjung ke suatu obyek wisata daerah. Seperti yang disinggung sebelumnya bahwa city branding dibuat untuk tujuan memberikan identitas kota sesuai dengan keadaan kota tersebut. City branding dibuat untuk membedakan satu kota dengan kota yang lain.Terkait Branding telah muncul dengan cepat sebagai strategi tata kelola yang penting di sektor publik. Pemangku kebijakan menggunakan merek, termasuk elemen merek seperti slogan, tanda kata, dan logo, untuk membangun identitas yang menarik bagi pemilih. Branding juga sering digunakan untuk mempromosikan organisasi, kebijakan, atau layanan publik (Eshuis & Klijn, 2012). Apalagi salah satu bentuk public branding yang paling banyak digunakan adalah “city branding”, yang digunakan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah tertentu (Stevens, 2019). Meta-analisis Lucarelli & Bergs (2011) mengidentifikasi 217 artikel jurnal yang berhubungan dengan branding tempat pada periode 1988- 2009. Juga, dalam beberapa tahun terakhir studi baru telah dilakukan pada penggunaan dan nilai branding tempat sebagai strategi tata kelola publik (Eshuis & Klijn, 2012; Braun, Eshuis & Klijn, 2014; Zavattaro, 2018; 2020).

Pengamatan umum dari kumpulan literatur yang berkembang sejauh ini sangat sedikit penelitian empiris yang telah dilakukan tentang bagaimana kelompok sasaran, sebagai pemangku kepentingan utama, dari kampanye branding tempat menilai upaya pemerintah daerah untuk memberi merek suatu area tempat (Stevens, 2019). Hal ini mengejutkan karena berarti kita memiliki pengetahuan yang terbatas tentang cara yang paling efektif bagi pemerintah daerah untuk menjangkau audiens target tertentu dan cara audiens target ingin terlibat dalam kampanye branding tempat. Oleh karena itu, penelitian mengenai city branding ini memperbesar nilai sebagai strategi tata kelola publik dengan tujuan untuk memberikan kontribusi baik secara empiris dan teoritis untuk literatur administrasi publik dengan menggabungkan wawasan dari literatur branding dan tata kelola.

Anholt (2007) menciptakan Branding Hexagon untuk mengukur efektivitas city branding menggunakan, yang mana di dalamnya terdapat enam aspek dalam pengukuran efektivitas city branding terdiri atas: presence (kehadiran); potential (potensi); place (tempat); people (orang); pulse (semangat); serta prerequisite (prasyarat). Kajian-kajian mengenai city branding semakin meningkat setiap tahunnya, diantaranya seperti Gomez et al. (2018) dengan judul “City branding in European capitals: An analysis from the visitor perspective” menyatakan bahwa tujuan penelitian tersebut untuk menganalisis aplikasi dari teori city branding di lima kota besar di Eropa, yakni London, Paris, Berlin, Roma, dan Madrid. Gomez menggunakan model terukur city branding yang dihubungkan dengan variabel attitude towards the brand, brand image, dan brand equity dengan menggunakan alat analisis PLS (partial least square). Hasil penelitian menyatakan bahwa berdasarkan City Branding Index (CBI) yang merupakan model pengukuran, terdapat celah (gap) dari lima ibu kota di benua Eropa dalam aspek–aspek yang membentuk city branding. Hal tersebut dapat terjadi karena masing–masing kota menggunakan tools dan cara yang berbeda untuk membangun keunggulan kompetitif suatu kota meskipun menggunakan dimensi pengukuran yang sama.

Selain itu masih banyak hasil riset lainnya terkait city branding dalam satu dasawarsa terakhir. Penelitian terbaru tentang city branding berfokus pada aspek ‘subyektif’ seperti identitas kota dan citra kota, atribut kota, evolusi historis branding kota, strategi dan management city branding, dan pengaruh ekonomi dan globalisasi terhadap city branding (Belabas et al, 2012; Goess et al, 2016; Mei & Ying, 2017; Mugen et al, 2012; Hansen & Giovanardi, 2017; Acuti et al 2018; Paganoni, 2012; Soltani et al, 2018; Lu & Jong, 2019; Priporas et al, 2019; Hultman et al, 2016; Merrilees et al, 2011; Ma et al, 2020; Jong 2018; De Noni et al, 2014; Chan et al, 2015). Namun demikian, penelitian yang secara eksplisit membahas mengenai proses formulasi kebijakan oleh stakeholders dalam menyusun strategi city branding masih belum dipelajari. Oleh karenanya, penelitian ini berupaya untuk mengurangi kekosongan tema tersebut sebagai alternatif penelitian mengenai city branding.

Selanjutnya, untuk menambah wawasan penulis juga menganalisis beberapa artikel mengenai strategi pengembangan pariwisata melalui city branding yang dikumpulkan dari google scholar menggunakan aplikasi VOSviewer yang dibatasi selama 5 tahun terakhir dengan hasil pencarian 998 artikel. Penelitian terdahulu yang dilakukan banyak berkaitan dengan pariwisata, wisatawan, manajemen dan budaya. Dari pemaparan visualisasi diatas dapat dilihat bahwa penelitian mengenai strategi pengembangan pariwisata melalui city branding masih jarang dibicarakan (Abdullah & Nugraha, 2020; Bau & Widodo, 2020; Hereyah & Kusumaningrum, 2019; Irianto, 2017; Pamungkas, 2019; Rinata & Hanoe, 2021).

Berdasarkan tujuan penelitian yaitu untuk mengkaji strategi pengembangan pariwisata melalui pendekatan city branding di Kabupaten Lebak, yang dilihat dari proses identity, objective, communication, dan coherence, maka penelitian ini dirancang menggunakan jenis penelitian kualitatif. Alasan peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif, karena peneliti bukan hanya ingin mengetahui bagaimana strategi pengembangan pariwisata melalui pendekatan city branding, namun, lebih dari itu, peneliti mengungkapkan setiap tahapan dalam proses strategi city branding. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Maka peneliti akan sepenuhnya memahami dan adaptif terhadap situasi sosial yang terjadi di lapangan. Berhubungan instrumen penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri, maka dalam penelitian ini, peneliti akan terjun ke lapangan untuk menggali data informasi dari informan. Penelitian ini akan dilaksanakan pada kurun waktu 1 tahun. Dengan membawa diri sendiri untuk menghimpun sebanyak mungkin data, dengan membawah alat bantú yang diperlukan yang berupa pedoman wawancara (interview guidance), alat bantú berupa perekam suara (tape recorder), alat perekam gambar.

Penyusunan disertasi ini telah sesuai dengan sistematika menurut ketentuan yang berlaku pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

Hasil penelitian disertasi ini dituangkan dalam beberapa poin sebagai berikut:

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat di simpulkan bahwa strategi pengembangan pariwisata melalui pendekatan city branding di Kabupaten Lebak sudah di jalankan berdasarkan empat dimensi yaitu, 1) Identity (Identitas), 2) Objective (Tujuan), 3) Communication (Komunikasi), dan 4) Coherence (Keselarasan). Pemerintah Kabupaten Lebak menekankan sektor pariwisata untuk mendukung city branding. Lebak Unique merupakan identitas Kabupaten Lebak yang diangkat karena keunikan yang ditonjolkan terhadap potensi alam dan budaya di Kabupaten Lebak untuk dijadikan sebagai daya tarik wisata dalam rangka strategi peningkatan perekonomian daerah. Tak hanya itu, dengan tagline Lebak Unique inilah yang menjadikan pedoman daerah dalam arah pengembangan sektor pariwisata agar bisa menonjolkan keunikan daerah atau kearifan lokal melalui keunggulan komparatif yang dimiliki. Sedangkan tujuan (Objective) tersebut dijalankan dengan konsisten oleh semua stakeholder yang terkait. Sedangkan komunikasi (Communication), bagaimana pemerintah Kabupaten Lebak melakukan proses komunikasi baik secara online maupun offline dengan semua pihak yang berkepentingan dengan Pariwisata Kabupaten Lebak. Sedangkan pada aspek kesesuaian (Coherence), proses implementasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Lebak dapat memastikan segala bentuk program komunikasi dari suatu kota terintegrasi, konsisten dan menyampaikan pesan yang sama.

Temuan dari penelitian ini adalah Komunikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten lebak yaitu dengan komunikasi persuasif. Adanya komunikasi persuasif tersebut memunculkan komitmen dari para stakeholder untuk selalu bersama memajukan Kabupaten Lebak. Temuan lainnya yaitu dalam proses city branding di Kabupaten Lebak dengan mengusung Lebak Unique adalah komitmen pemimpin dalam mengimplementasikan city branding yang telah disusun tersebut. Komunikasi bertujuan untuk meningkatkan koordinasi, berbagi informasi dan pemuas kebutuhan social. Dengan demikian komunikasi dapat mendukung pencapaian tujuan apabila komunikasi berjalan secara efektif dan efisien.

Berdasarkan simpulan, peneliti mengemukakan beberapa saran diantaranya, (1) Dinas Pariwisata Kabupaten Lebak perlu mengeluarkan kebijakan yang lebih operasional, hal ini dapat dilakukan dengan membuat Standar Operasional Perusahaan (SOP) secara jelas dan terperinci begitupun perlu menjalankannya dengan sebaik mungkin terkait dengan Lebak Unique yang dapat diimplementasikan hingga tataran perangkat daerah operasional. (2). Pemerintah Kabupaten Lebak dalam melakukan komunikasi dengan stakeholder didorong adanya komitmen pemimpin (Bupati), maka perangkat daerah terutama yang menangani hal teknis dalam kepariwisataan Kabupaten Lebak harus memiliki komunikasi yang handal. Hal ini dengan diperkuat dengan pelatihan berkomunikasi atau marketing dalam pariwisata. Tentunya strategi ini untuk menunjang kekuatan Lebak Unique dengan para implementor dari Lebak Unique.

Sidang Promosi Doktor dipimpin oleh Ketua Sidang Dr. R. Widya Setiabudi Sumadinata. Sekretaris Sidang Dr. Drs. H. Heru Nurasa, M.A Ketua Promotor . Dr. Drs. Herijanto Bekti., M.Si, Anggota Tim Promotor, Dr. R. Widya Setiabudi Sumadinata. Prof. Ida Widianingsih, M.A., Ph.D, serta tim Oponen Ahli/Penguji yang terdiri dari Prof. Dr. Drs. H. Budiman Rusli, M.S, Dr. Drs. H. Heru Nurasa, M.A., Dr. Ramadhan Pancasilawan, M.Si.Representasi Guru Besar Prof. Dr. Arry Bainus, M.A. Disertasi yang disusun berjudul “STRATEGI PENGEMBANGAN PARIWISATA LEBAK UNIQUE MELALUI PENDEKATAN CITY BRANDING DI KABUPATEN LEBAK” yang dinyatakan lulus dengan predikat “ Pujian”

Selamat atas diraihnya gelar Doktor  kepada Dr. Iti Octavia Jayabaya, Semoga gelar dan ilmu yang didapatkan dapat berguna bagi dunia pendidikan, dan Intansi tempat bekerja.

Sumber : pps.fisip.unpad.ac.id,